Minggu, 06 Juli 2014

makalah gender

PEMIKIRAN GENDER FEMINIS ISLAM ASGHAR ALI ENGINEER

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata kuliah : Islam dan Kesetaraan Gender
Dosen Pengampu :Dra. Hj. Jauharotul Farida M. Ag


Disusun Oleh:

Ummi Hanik               (121111104)
Nabila Banafsaj           (131111075)
Nurul Atikah               (131111084)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.               PENDAHULUAN
Perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana telah terjadi deskriminasi terhadap kaum perempuan dalam sistem tersebut. Dalam konvensi penghapusan segala bentuk deskriminasi terhadap perempuan telah dirumuskan pengertian deskriminasi.[1]
Ketidakadilan gender inilah yang pada akhirnya memunculkan gerakan feminisme. Feminisme adalah sesuatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan didalam keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki laki untuk mengubah keadaan tersebut. Feminisme juga diartikan sebagai suatu paham yang memperjuangkan kebebasan perempuan dari dominasi laki-laki.
Feminisme juga disebut sebagai sebuah gerakan didalam gerakan umum untuk memulihkan martabat, kebebasan, dan kesetaraan bukan saja diantara manusia melainkan juga diantara semua makhluk yang mendiami bumi ini. Tidak ada konflik antara pemahaman tentang islam sebagai perdamaian, sebagai ketiadaan kekurangan, dengan pemahaman tentang feminisme. Namun ada rentangan pemahaman tentang apa yang membentuk islam dan apa yang menyusun feminisme. Dan dibawah ini akan diuraikan lebih jelas tentang pemikiran gender para feminisme islam khususnya Asghar Ali Engineer serta relevansi pemikiran para feminisme islam dengan pemikiran feminis global.

II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Apa pengertian feminisme?
B.     Bagaimana pemikiran gender feminis Islam Asghar A. Engineer?
C.     Bagaimana relevansi pemikiran feminis Islam Asghar A. Engineer dengan pemikiran feminis global?
D.    Bagaimana kritik feminis Islam Asghar A. Engineer terhadap ajaran Islam yang dianggap bias gender dan pemikiran feminis global?


III.         PEMBAHASAN
A.    Pengertian Feminisme
Secara istilah feminisme berasal dari bahasa Latin (femina = woman), yang berarti memiliki sifat-sifat wanita. Feminisme dipergunakan untuk menunjuk suatu teori persamaan kelamin (sexual equality) antara laki-laki dan perempuan serta untuk menunjukkan pergerakan bagi hak-hak perempuan.[2]

B.     Pemikiran Gender Feminis Islam Asghar A. Engineer
Asghar Ali Engineer dilahirkan dan dididik di tengah-tengah keluarga Syi’ah Ismailiyah. Lahir di Calcutta, India pada tanggal 10 Maret 1940 dari pasangan Syaikh Qurban Husain, seorang ulama Syi’ah, dan Maryam. Secara akademis, Asghar bukan sarjanadalam bidang fenomenologi agama, atau teologi feminisme, melainkan sarjanadalam bidang teknik sipil yang memperoleh gelar B.Sc. Eng.-nya pada tahun 1962.[3]
Menurut Asghar Ali Engineer, secara normatif menegaskan konsep kesetaraan status antara laki-laki dan perempuan. Konsep kesetaraan itu mengisyaratkan dua hal: Pertama, dalam pengertiannya yang umum, ini berarti penerimaan martabat kedua jenis kelamin dalam ukuran yang setara. Kedua, orang harus mengetahui bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak  yang setara dalam bidang sosial, ekonomi dan politik; keduanya harus memiliki hak yang setara untuk mengadakan kontrak perkawinan atau memutuskannya; keduanya harus mempunyai hak untuk memiliki atau mengatur harta milikinya tanpa campur tangan yang lain; keduanya harus bebas memilih profesi atau cara hidup; keduanya harus setara dalam tanggung jawab sebagaimana dalam hal kebebasan.[4]

C.    Relevansi Pemikiran Feminis Islam Asghar A. Engineer dengan Pemikiran Feminis Global
1.    Trend anti-Orientalis memperoleh sambutan di kalangan para sarjanawan Timur Tengah dan sarjanawan tentang kajian-kajian gender dan Islam. Para feminis yang menganalisis diskursus kolonial mengemukakan sebuah argumen hegemonik tandingan sambil mengklaim, misalnya, bahwa kuatnya praktik-praktik seperti cadar dan pemisahan serta pengasinngan berdasarkan jenis kelamin – simbol paling dominan perlakuan tidak adil islam terhadap perempuan – pada kenyataannya terkait erat dengan kehadiran penjajah di wilayah itu, setidaknya dalam masyarakat Islam, seperti Iran, Mesir, dan Algeria. Sebagian kajian-kajian ini juga menolak dugaan – dugaan adanya pengaruh positif kapitalisme Eropa dalam meningkatkan aktivitas – aktivitas ekonomi seperti produksi tekstil buatan tangan , kapitalisme Eropa, pada kenyataannya telah menyakiti para pekerja perempuan di sepanjang wilayah itu.
Kolonialisme, menurut para feminis , dengan menjadikan perempuan muslim dan hak – haknya sebagai titik sentral bagi kebijakan imperialis di Timur Tengah, telah semakin mereduksi identitas perempuan Muslim pada batasan tingkah laku dan keberadaannya di wilayah – wilayah Islam yang terjajah. Melindungi perempuan dari wilayah Barat dan menjaga tubuh dan pemikiran mereka dari perubahan yang ditimbulkan oleh intervensi asing, telah menjadi simbol perlindungan dari identitas Islam, kehormatan masyarakat, serta kelangsungan sosial dan kultural. Ironisnya, pada sisi ini , kebijakan – kebijakan gender penjajah yang “memberadabkan” dan “membebaskan” barangkali telah terbukti kontra produktif  , karena memunculkan lebih banyak resistensi , dan bukan sebaliknya.
Kajian tentang hubungan gender di Timur Tengah , telah merespon kesenjangan yang lebar dalam literatur – literatur di wilayah itu. Mereka mengabaikan tulisan – tulisan sebelumnya, kecuali beberapa karya pendahulu tentang ekonomi Timur Tengah , hampir hanya memfokuskan diri pada sejarah Islam nilai – nilai dan gagasan Islami. Tetapi seperti tucker kemukakan, kita masih menghadapi jenis pengabaian terhadap sejarah perempuan. Para sejarawan sosial menulis tentang isu – isu dan beragam kelas Timur Tengah, tetapi hampir tidak pernah kita melihat dalam karya – karya mereka ini satu pun pemikiran konsisten mengenai isu – isu gender. Perempuan hanya disebutkan sepintas saja. Namun, saat ini tidak dapat diragukan lagi telah banyak para sarjanawan yang menulis tentang perempuan dan gender di Timur Tengah dan banyak lagi yang tertarik dengan persoalan tersebut. Menurut penelitian Simona Sharoni, banyaknya buku – buku , artikel – artikel, dan konferensi – konferensi mengenai gender menunjukkan bahwa wilayah ini semakin menjadi pusat penelitian dan agenda pengajaran dalam kajian – kajian Timur Tengah.[5]
2.         Konstruksi agama atas gender
Feminisme adalah gerakan kritis terhadap simbol, ideologi dan kultur yang memperlakukan perempuan secara tidak adil. Feminisme hendak melakuka dekontruksi terhadap sistem sosial yang merugikan posisi perempuan. Agana sebagai sumber sistem tidak lepas dari perhatian para feminis. [6] Dalam hal ini, semangat dekonstruktif feminisme di tuntut untuk melihat relasi gender dalam tradisi agama-agama secara objektif. Penelitian Rita M. Gross menyimpulkan bahwa dalam konteks tertentu tradisi agama-agama seperti Islam, Hindu dan Kristen memperkuat dukungan terhadap eksistensi perempua, namun dalam manifestasi yang lain dipenuhi dengan semangat patriarki.[7]
Kesimpulan Rita M.Gross memiliki kesamaan paradigmatis dengan pandangan Khaterine K. Young. Young mengatakan bahwa terhadap kecenderunagan yang relatif sama dalam tradisi agama-agama tentang dominasi laki-laki atas perempuan. Tradisi tersebut telah menggiring penganut agama untuk menempatkan laki-aki diruang publik dan prempuan di ruang domestik (rumah tangga).[8]

3.    Dinamika Gender dan Kelahiran Gerakan Feminisme
Perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana telah terjadi deskriminasi terhadap kaum perempuan dalam sistem tersebut. Dalam konvensi penghapusan segala bentuk deskriminasi terhadap perempuan telah dirumuskan pengertian deskriminasi.[9]
Deskriminasi terhadap perempuan berarti setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan, atau penggunaan hak – hak asasi manusia dan kebebasan – kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, atau apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki – laki dan perempuan. [10]
Menelaah definisi diatas, maka ketidakadilan gender telah termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan. Contohnya adalah marginalisasi perempuan di sektor ekonomi, subordinasi perempuan dalam keputusan politik, pembentukan stereotype atau pelabelan negatif kekerasan terhadap perempuan , distribusi beban kerja yang tidak adil, serta minimnya sosialisasi ideologi nilai peran gender. Dengan demikian, telah terjadi relasi gender. Gender yang semula merupakan interaksi sosial yang setara antara laki – laki dan perempuan bergeser menjadi hegemoni laki – laki terhadap perempuan.
Gerakan Women’s liberation di Amerika merupakan momentum penting dalam sejarah feminimisme. Dalam sejarah feminimisme, usaha – usaha yang terorganisasi untuk meningkatkan status kesetaraan gender pertama kali muncul di Amerika serikat. Gerakan tersebut meliputi perbaikan akses perempuan di bidang pendidikan sosial dan reformasi politik. Pada era revolusi Amerika , walaupun perempuan terkucil dari kehidupan politik sehari – hari, namun mereka digetarkan oleh semangat revolusioner.
D.    Kritik Feminis Islam Asghar A. Engineer Terhadap Ajaran Islam yang Dianggap Bias Gender dan Pemikiran Feminis Global

Asghar Ali Engineer dengan tegas menyatakan pentingnya reinterpretasi epistemologi (sumber dan struktur) syariah Islam. Sebab, produk syariah dilahirkan dari penafsiran kaum laki-laki terhadap teks agama. Bagaimana mungkin pengalaman maskulin laki-laki menafsirkan teks-teks yang berhubungan dengan perempuan. Penafsiran yang diperankan laki-laki secara psikologis akan terkondisikan dalam emosi kelelakian. Secara akademis, banyak argumen yang membenarkan bahwa laki-laki dapat menafsirkan untuk perempuan, sebagaimana perempuan berhak menafsirkan untuk laki-laki. Namun, hal ini tidak muncul dalam sejarah pemikiran Islam, karena dunia tafsir terlanjur dikuasai laki-laki.[11]
Di antara para feminis Muslim kontemporer yang mempersoalkan historisitas ajaran Islam adalah Asghar Ali Engineer, Riffat Hassan, dan Amina Wadud Muhsin. Dalam pandangan merka bertiga, Al-Qur’an tidak melihat inferioritas perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Laki-laki dan perempuan, menurut mereka, setara dalam pandangan Allah SWT. Hanya para mufasirlah yang hampir semuanya laki-laki itu yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secaratidak tepat.[12] 
IV.         KESIMPULAN
Menurut Asghar Ali Engineer, secara normatif menegaskan konsep kesetaraan status antara laki-laki dan perempuan. Konsep kesetaraan itu mengisyaratkan dua hal: Pertama, dalam pengertiannya yang umum, ini berarti penerimaan martabat kedua jenis kelamin dalam ukuran yang setara. Kedua, orang harus mengetahui bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak  yang setara dalam bidang sosial, ekonomi dan politik; keduanya harus memiliki hak yang setara untuk mengadakan kontrak perkawinan atau memutuskannya; keduanya harus mempunyai hak untuk memiliki atau mengatur harta milikinya tanpa campur tangan yang lain; keduanya harus bebas memilih profesi atau cara hidup; keduanya harus setara dalam tanggung jawab sebagaimana dalam hal kebebasan.
V.            PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami susun. Kami berusaha untuk membuat makalah ini dengan sebaik-baiknya tetapi kami juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah  ini masih banyak kekurangan karena pepatah mengatakan bahwa tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat konstrutif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita, amin.





DAFTAR PUSTAKA

Humm, Maggie,  feminist criticism, New York: St. Martin’s Press. , 1986.
Ilyas, Yunahar,  Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an, Yogyakarta: Labda Press, 2006.
International Law and the Status of Women, Perisai Perempuan, Kesepakatan Internasional untuk Perlindungan Perempuan, terj. Alex Irwan, Yogyakarta : Yayasan Galang, 1999.
Kadarusman.  Agama , Relasi Gender & Feminimisme, Yogyakarta: Kreasi Wacana. 2005.
M. Gross, Rita,  Feminism and Religion,Boston: Beacon Press, 1996.
Moghissi, Haideh,  Feminisme dan Fundamentalisme Islam, Yogyakarta:Lkis,2005.
Umar, Nasaruddin  dkk., Pemahaman Islam dan Tantangan Keadilan Jender, Yogyakarta: Gama Media. 2002.
Young, Khaterine K., “Introduction”, dalam Arvind Sharma (ed.), Woman in World ReligiounsNew York:State University of New York Press,1987.






[1] Kadarusman, Agama , Relasi Gender & Feminimisme,(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), Hlm. 21.
[2] Nasaruddin Umar dkk., Pemahaman Islam dan Tantangan Keadilan Jender, (Yogyakarta: Gama Media, 2002), Hlm. 183.
[3] Kadarusman, Agama , Relasi Gender & Feminimisme, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), Hlm. 81-82.

[4] Yunahar Ilyas, Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Labda Press, 2006), Hlm. 4.
[5]Haideh Moghissi, Feminisme dan Fundamentalisme Islam, (Yogyakarta:Lkis, 2005), Hlm. 49-50.
[6] Maggie Humm, feminist criticism, (New York: St. Martin’s Press, 1986), Hlm. 4.
[7] Rita M. Gross, Feminism and Religion (Boston: Beacon Press, 1996), Hlm. 83.
[8] Khaterine K. Young, “introduction”, dalam Arvind Sharma (ed.), Woman in World Religiouns(New York:State University of New York Press,1987), Hlm 17.
[9] Kadarusman, Agama , Relasi Gender & Feminimisme, kreasi wacana yogyakarta. 2005. Hlm. 21.
[10] International Law and the Status of Women, Perisai Perempuan, Kesepakatan Internasional untuk Perlindungan Perempuan, terj. Alex Irwan, (Yogyakarta : Yayasan Galang, 1999), Hlm. 157.
[11] Kadarusman, Agama , Relasi Gender & Feminimisme, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), Hlm. 148-149.
[12] Yunahar Ilyas, Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Labda Press, 2006), Hlm. 23-24.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar