PEMIKIRAN GENDER FEMINIS ISLAM
ASGHAR ALI ENGINEER
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata kuliah : Islam dan Kesetaraan Gender
Dosen Pengampu :Dra. Hj. Jauharotul Farida M. Ag
Ummi
Hanik (121111104)
Nabila
Banafsaj (131111075)
Nurul
Atikah (131111084)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Perbedaan
gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan terutama terhadap kaum
perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana telah
terjadi deskriminasi terhadap kaum perempuan dalam sistem tersebut. Dalam
konvensi penghapusan segala bentuk deskriminasi terhadap perempuan telah
dirumuskan pengertian deskriminasi.[1]
Ketidakadilan
gender inilah yang pada akhirnya memunculkan gerakan feminisme. Feminisme adalah sesuatu kesadaran akan penindasan
dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan didalam
keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki laki untuk mengubah
keadaan tersebut. Feminisme juga diartikan sebagai suatu paham yang
memperjuangkan kebebasan perempuan dari dominasi laki-laki.
Feminisme juga disebut
sebagai sebuah gerakan didalam gerakan umum untuk memulihkan martabat, kebebasan,
dan kesetaraan bukan saja diantara manusia melainkan juga diantara semua
makhluk yang mendiami bumi ini. Tidak ada konflik antara pemahaman tentang
islam sebagai perdamaian, sebagai ketiadaan kekurangan, dengan pemahaman
tentang feminisme. Namun ada rentangan pemahaman tentang apa yang membentuk
islam dan apa yang menyusun feminisme. Dan dibawah ini akan diuraikan lebih
jelas tentang pemikiran gender para feminisme islam khususnya Asghar Ali
Engineer serta relevansi pemikiran para feminisme islam dengan pemikiran
feminis global.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa
pengertian feminisme?
B.
Bagaimana
pemikiran gender feminis Islam Asghar A. Engineer?
C.
Bagaimana
relevansi pemikiran feminis Islam Asghar A. Engineer dengan pemikiran feminis
global?
D.
Bagaimana kritik feminis Islam Asghar A. Engineer terhadap ajaran Islam yang dianggap bias
gender dan pemikiran feminis global?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Feminisme
Secara istilah feminisme berasal dari bahasa Latin (femina
= woman), yang berarti memiliki sifat-sifat wanita. Feminisme
dipergunakan untuk menunjuk suatu teori persamaan kelamin (sexual equality)
antara laki-laki dan perempuan serta untuk menunjukkan pergerakan bagi hak-hak
perempuan.[2]
B.
Pemikiran Gender Feminis Islam Asghar A. Engineer
Asghar Ali Engineer dilahirkan dan dididik di tengah-tengah
keluarga Syi’ah Ismailiyah. Lahir di Calcutta, India pada tanggal 10 Maret 1940
dari pasangan Syaikh Qurban Husain, seorang ulama Syi’ah, dan Maryam. Secara
akademis, Asghar bukan sarjanadalam bidang fenomenologi agama, atau teologi
feminisme, melainkan sarjanadalam bidang teknik sipil yang memperoleh gelar
B.Sc. Eng.-nya pada tahun 1962.[3]
Menurut Asghar Ali Engineer, secara normatif menegaskan konsep
kesetaraan status antara laki-laki dan perempuan. Konsep kesetaraan itu
mengisyaratkan dua hal: Pertama, dalam pengertiannya yang umum, ini
berarti penerimaan martabat kedua jenis kelamin dalam ukuran yang setara. Kedua,
orang harus mengetahui bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak yang setara dalam bidang sosial, ekonomi dan
politik; keduanya harus memiliki hak yang setara untuk mengadakan kontrak
perkawinan atau memutuskannya; keduanya harus mempunyai hak untuk memiliki atau
mengatur harta milikinya tanpa campur tangan yang lain; keduanya harus bebas
memilih profesi atau cara hidup; keduanya harus setara dalam tanggung jawab
sebagaimana dalam hal kebebasan.[4]
C.
Relevansi Pemikiran Feminis Islam Asghar A. Engineer dengan Pemikiran
Feminis Global
1.
Trend
anti-Orientalis memperoleh sambutan di kalangan para sarjanawan Timur Tengah
dan sarjanawan tentang kajian-kajian gender dan Islam. Para feminis yang
menganalisis diskursus kolonial mengemukakan sebuah argumen hegemonik tandingan
sambil mengklaim, misalnya, bahwa kuatnya praktik-praktik seperti cadar dan
pemisahan serta pengasinngan berdasarkan jenis kelamin – simbol paling dominan
perlakuan tidak adil islam terhadap perempuan – pada kenyataannya terkait erat
dengan kehadiran penjajah di wilayah itu, setidaknya dalam masyarakat Islam,
seperti Iran, Mesir, dan Algeria. Sebagian kajian-kajian ini juga menolak
dugaan – dugaan adanya pengaruh positif kapitalisme Eropa dalam meningkatkan
aktivitas – aktivitas ekonomi seperti produksi tekstil buatan tangan ,
kapitalisme Eropa, pada kenyataannya telah menyakiti para pekerja perempuan di
sepanjang wilayah itu.
Kolonialisme, menurut para feminis , dengan menjadikan perempuan
muslim dan hak – haknya sebagai titik sentral bagi kebijakan imperialis di
Timur Tengah, telah semakin mereduksi identitas perempuan Muslim pada batasan
tingkah laku dan keberadaannya di wilayah – wilayah Islam yang terjajah.
Melindungi perempuan dari wilayah Barat dan menjaga tubuh dan pemikiran mereka
dari perubahan yang ditimbulkan oleh intervensi asing, telah menjadi simbol
perlindungan dari identitas Islam, kehormatan masyarakat, serta kelangsungan
sosial dan kultural. Ironisnya, pada sisi ini , kebijakan – kebijakan gender
penjajah yang “memberadabkan” dan “membebaskan” barangkali telah terbukti
kontra produktif , karena memunculkan
lebih banyak resistensi , dan bukan sebaliknya.
Kajian tentang hubungan gender di Timur Tengah , telah merespon
kesenjangan yang lebar dalam literatur – literatur di wilayah itu. Mereka
mengabaikan tulisan – tulisan sebelumnya, kecuali beberapa karya pendahulu
tentang ekonomi Timur Tengah , hampir hanya memfokuskan diri pada sejarah Islam
nilai – nilai dan gagasan Islami. Tetapi seperti tucker kemukakan, kita masih
menghadapi jenis pengabaian terhadap sejarah perempuan. Para sejarawan sosial
menulis tentang isu – isu dan beragam kelas Timur Tengah, tetapi hampir tidak
pernah kita melihat dalam karya – karya mereka ini satu pun pemikiran konsisten
mengenai isu – isu gender. Perempuan hanya disebutkan sepintas saja. Namun,
saat ini tidak dapat diragukan lagi telah banyak para sarjanawan yang menulis
tentang perempuan dan gender di Timur Tengah dan banyak lagi yang tertarik
dengan persoalan tersebut. Menurut penelitian Simona Sharoni, banyaknya buku –
buku , artikel – artikel, dan konferensi – konferensi mengenai gender
menunjukkan bahwa wilayah ini semakin menjadi pusat penelitian dan agenda
pengajaran dalam kajian – kajian Timur Tengah.[5]
2.
Konstruksi agama
atas gender
Feminisme
adalah gerakan kritis terhadap simbol, ideologi dan kultur yang memperlakukan
perempuan secara tidak adil. Feminisme hendak melakuka dekontruksi terhadap
sistem sosial yang merugikan posisi perempuan. Agana sebagai sumber sistem
tidak lepas dari perhatian para feminis. [6]
Dalam hal ini, semangat dekonstruktif feminisme di tuntut untuk melihat relasi
gender dalam tradisi agama-agama secara objektif. Penelitian Rita M. Gross
menyimpulkan bahwa dalam konteks tertentu tradisi agama-agama seperti Islam,
Hindu dan Kristen memperkuat dukungan terhadap eksistensi perempua, namun dalam
manifestasi yang lain dipenuhi dengan semangat patriarki.[7]
Kesimpulan
Rita M.Gross memiliki kesamaan paradigmatis dengan pandangan Khaterine K.
Young. Young mengatakan bahwa terhadap kecenderunagan yang relatif sama dalam
tradisi agama-agama tentang dominasi laki-laki atas perempuan. Tradisi tersebut
telah menggiring penganut agama untuk menempatkan laki-aki diruang publik dan
prempuan di ruang domestik (rumah tangga).[8]
3.
Dinamika
Gender dan Kelahiran Gerakan Feminisme
Perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan terutama
terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur
dimana telah terjadi deskriminasi terhadap kaum perempuan dalam sistem
tersebut. Dalam konvensi penghapusan segala bentuk deskriminasi terhadap
perempuan telah dirumuskan pengertian deskriminasi.[9]
Deskriminasi terhadap perempuan berarti setiap pembedaan,
pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang
mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan,
penikmatan, atau penggunaan hak – hak asasi manusia dan kebebasan – kebebasan
pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, atau apapun lainnya
oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar
persamaan antara laki – laki dan perempuan. [10]
Menelaah definisi diatas, maka ketidakadilan gender telah
termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan. Contohnya adalah
marginalisasi perempuan di sektor ekonomi, subordinasi perempuan dalam
keputusan politik, pembentukan stereotype atau pelabelan negatif
kekerasan terhadap perempuan , distribusi beban kerja yang tidak adil, serta
minimnya sosialisasi ideologi nilai peran gender. Dengan demikian, telah terjadi
relasi gender. Gender yang semula merupakan interaksi sosial yang setara antara
laki – laki dan perempuan bergeser menjadi hegemoni laki – laki terhadap
perempuan.
Gerakan Women’s liberation di Amerika merupakan momentum
penting dalam sejarah feminimisme. Dalam sejarah feminimisme, usaha – usaha
yang terorganisasi untuk meningkatkan status kesetaraan gender pertama kali
muncul di Amerika serikat. Gerakan tersebut meliputi perbaikan akses perempuan
di bidang pendidikan sosial dan reformasi politik. Pada era revolusi Amerika ,
walaupun perempuan terkucil dari kehidupan politik sehari – hari, namun mereka
digetarkan oleh semangat revolusioner.
D.
Kritik Feminis Islam
Asghar A. Engineer Terhadap Ajaran Islam yang Dianggap Bias
Gender dan Pemikiran Feminis Global
Asghar Ali Engineer dengan tegas menyatakan pentingnya
reinterpretasi epistemologi (sumber dan struktur) syariah Islam. Sebab, produk
syariah dilahirkan dari penafsiran kaum laki-laki terhadap teks agama.
Bagaimana mungkin pengalaman maskulin laki-laki menafsirkan teks-teks yang
berhubungan dengan perempuan. Penafsiran yang diperankan laki-laki secara
psikologis akan terkondisikan dalam emosi kelelakian. Secara akademis, banyak
argumen yang membenarkan bahwa laki-laki dapat menafsirkan untuk perempuan,
sebagaimana perempuan berhak menafsirkan untuk laki-laki. Namun, hal ini tidak
muncul dalam sejarah pemikiran Islam, karena dunia tafsir terlanjur dikuasai
laki-laki.[11]
Di antara para feminis Muslim kontemporer yang mempersoalkan
historisitas ajaran Islam adalah Asghar Ali Engineer, Riffat Hassan, dan Amina
Wadud Muhsin. Dalam pandangan merka bertiga, Al-Qur’an tidak melihat
inferioritas perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Laki-laki dan perempuan,
menurut mereka, setara dalam pandangan Allah SWT. Hanya para mufasirlah yang
hampir semuanya laki-laki itu yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secaratidak
tepat.[12]
IV.
KESIMPULAN
Menurut Asghar Ali Engineer, secara normatif menegaskan konsep
kesetaraan status antara laki-laki dan perempuan. Konsep kesetaraan itu
mengisyaratkan dua hal: Pertama, dalam pengertiannya yang umum, ini
berarti penerimaan martabat kedua jenis kelamin dalam ukuran yang setara. Kedua,
orang harus mengetahui bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak yang setara dalam bidang sosial, ekonomi dan
politik; keduanya harus memiliki hak yang setara untuk mengadakan kontrak
perkawinan atau memutuskannya; keduanya harus mempunyai hak untuk memiliki atau
mengatur harta milikinya tanpa campur tangan yang lain; keduanya harus bebas
memilih profesi atau cara hidup; keduanya harus setara dalam tanggung jawab
sebagaimana dalam hal kebebasan.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami susun. Kami berusaha untuk membuat
makalah ini dengan sebaik-baiknya tetapi kami juga menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena pepatah mengatakan bahwa tak ada gading yang tak retak. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat konstrutif sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita, amin.
DAFTAR PUSTAKA
Humm, Maggie, feminist criticism, New York: St.
Martin’s Press. , 1986.
Ilyas, Yunahar, Kesetaraan
Gender dalam Al-Qur’an, Yogyakarta: Labda Press, 2006.
International Law and the Status of Women, Perisai Perempuan,
Kesepakatan Internasional untuk Perlindungan Perempuan, terj. Alex Irwan, Yogyakarta
: Yayasan Galang, 1999.
Kadarusman. Agama ,
Relasi Gender &
Feminimisme, Yogyakarta: Kreasi Wacana. 2005.
M. Gross, Rita, Feminism and Religion,Boston: Beacon
Press, 1996.
Moghissi, Haideh, Feminisme
dan Fundamentalisme Islam, Yogyakarta:Lkis,2005.
Umar, Nasaruddin dkk., Pemahaman
Islam dan Tantangan Keadilan Jender, Yogyakarta: Gama Media. 2002.
Young, Khaterine K., “Introduction”, dalam Arvind Sharma (ed.), Woman in World ReligiounsNew York:State
University of New York Press,1987.
[2] Nasaruddin
Umar dkk., Pemahaman Islam dan Tantangan Keadilan Jender, (Yogyakarta:
Gama Media, 2002), Hlm. 183.
[3] Kadarusman, Agama
, Relasi Gender & Feminimisme, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), Hlm.
81-82.
[4] Yunahar Ilyas,
Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Labda Press, 2006), Hlm.
4.
[5]Haideh
Moghissi, Feminisme dan Fundamentalisme Islam, (Yogyakarta:Lkis, 2005),
Hlm. 49-50.
[6] Maggie Humm, feminist criticism, (New York: St.
Martin’s Press, 1986), Hlm. 4.
[7] Rita M. Gross,
Feminism and Religion (Boston: Beacon
Press, 1996), Hlm. 83.
[8] Khaterine K.
Young, “introduction”, dalam Arvind Sharma (ed.), Woman in World Religiouns(New York:State University of New York
Press,1987), Hlm 17.
[9] Kadarusman, Agama
, Relasi Gender & Feminimisme, kreasi wacana yogyakarta. 2005. Hlm. 21.
[10] International
Law and the Status of Women, Perisai Perempuan, Kesepakatan Internasional
untuk Perlindungan Perempuan, terj. Alex Irwan, (Yogyakarta : Yayasan
Galang, 1999), Hlm. 157.
[11] Kadarusman, Agama
, Relasi Gender & Feminimisme, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), Hlm. 148-149.
[12] Yunahar Ilyas,
Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Labda Press, 2006), Hlm.
23-24.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar