Minggu, 06 Juli 2014

kebijakan dakwah

Rounded Rectangle: Nama  : Ummi Hanik
NIM  : 121111104
Kelas  : BPI C-4
Mata Kuliah : Kebijakan Dakwah


 




KEBIJAKAN-KEBIJAKAN DAKWAH DI DALAM ORMAS NAHDLATUL ULAMA (NU)

A.      LATAR BELAKANG ORMAS NAHDLATUL ULAMA (NU)
Ormas Islam terbesar di Indonesia ini berdiri pada 1926.  Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi yang mempersatukan solidaritas ulama tradisional dan para pengikut mereka yang mengikuti salah satu dari empat mazhab fikih Islam Sunni, terutama mazhab Syafi’i.
Nama ormas Islam ini   bermakna ”kebangkitan ulama” mencerminkan dua aspek dari asal-usulnya.  Organisasi ini merupakan bagian dari gelombang kebangkitan nasionalis yang dipimpin Sarekat Islam (SI). Abdul Wahab Hasbullah (1888-1971), yang kemudian ikut mendirikan NU, dilaporkan membentuk cabang SI di Makkah pada 1913.
Setelah kembali ke Indonesia, ia mendirikan lembaga pendidikan bernama Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) di Surabaya pada 1916, dan organisasi ini menjadi cikal bakal NU. Menurut John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, pada saat yang sama, tantangan pembaruan yang dibawa Muhammad Abduh di Mesir turut mempengaruhi ulama di Indonesia.
”Penghapusan kekhalifahan di Turki dan kejatuhan Hijaz ke tangan Ibnu Sa’ud yang menganut Wahabiyyah pada 1924 memicu konflik terbuka dalam masyarakat Muslim Indonesia,” papar Esposito. Perubahan-perubahan itu, mengganggu sebagian besar ulama Jawa, termasuk Hasbullah. Ia dan ulama sepaham menyadari serta melakukan usaha-usaha untuk melawan ancaman bid’ah tersebut.
KH Hasyim Asyari (1871-1947) kiai dari Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, seorang ulama Jawa paling disegani menyetujui permintaan mereka untuk membentuk NU pada 1926. Kiai Hasyim Asyari pun menjadi ketua pertama atau rois akbar organisasi Islam terbesar di Tanah Air itu.
Berdasarkan khittahnya, NU didirikan pada 1926 memiliki tujuan sebagai berikut: meningkatkan hubungan antar ulama dari berbagai mazhab Sunni; meneliti kitab-kitab di pesantren untuk menentukan kesesuaiannya dengan ajaran  Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (orang-orang yang mengikuti sunah Nabi SAW dan masyarakat Muslim) mendakwahkan Islam berdasarkan ajaran empat mazhab; mendirikan madrasah; mengurus masjid, tempat-tempat ibadah dan pondok pesantren.
Selain itu, berdasarkan khittahnya, NU juga bertekad untuk menjadi organisasi yang mengurus yatim piatu dan fakir miskin; serta membentuk organisasi untuk memajukan pertanian, perdagangan dan industri yang halal menurut hukum Islam.
Lambang NU dibuat pada 1927, secara eksplisit menggambarkan karakter tradisionalnya. Sebuah bintang besar di atas bumi menyimbolkan Nabi Muhammad SAW, empat bintang kecil , masing-masing dua di sebelah kanan dan kiri bintang besar, melambangkan empat Khulafa al-Rasyidin; dan empat bintang kecil di bawahnya melambangkan empat mazhab Islam Sunni.
Kesembilan bintang itu secara bersama-sama juga bermakna wali songo yang menyebarkan Islam di Jawa. Sedangkan, bola dunia berwarna hijau melambangkan asal-usul kemanusiaan, yakni bumi, yang kepadanya manusia akan kembali dan darinya manusia akan dibangkitkan pada Hari Pembalasan.
Tali keemasan yang melingkari bumi dengan 99 ikatan melambangkan Asmaul Husna, nama-nama indah Allah SWT, yang dengannya seluruh Muslim di dunia disatukan. ”Jadi simbol tersebut mencakup tradisionalisme Sunni, sufisme, dan khususnya, unsur-unsur Muslim Jawa dari NU,” papar Esposito.
B.       PERANGKAT ORGANISASI NAHDLATUL ULAMA (NU) SEBAGAI PENGGERAK KEBIJAKANNYA
Nahdlatul Ulama secara organisatoris dilengkapi dengan Perangkat Organisasi, yang terdiri dari; Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom (Banom).
Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, khususnya yang berkaitan dengan bidang tertentu.
Lembaga sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 butir (a) dan ayat 1 Pasal 18 antara lain adalah:
1.         Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jama’ah.
2.         Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pendidikan dan pengajaran formal.
3.         Rabithah Ma’ahid al Islamiyah disingkat RMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan pondok pesantren dan pendidikan keagamaan.
4.         Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama.
5.         Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama disingkat LPPNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pertanian, lingkungan hidup, dan eksplorasi kelautan.
6.         Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama disingkat LKKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesejahteraan keluarga, sosial, dan kependudukan.
7.         Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia disingkat LAKPESDAM, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengkajian dan pengembangan sumber daya manusia.
8.         Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama disingkat LPBHNU, bertugas melaksanakan pendampingan, penyuluhan, konsultasi, dan kajian kebijakan hukum.
9.         Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia disingkat LESBUMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan seni dan budaya.
10.     Lembaga Amil Zakat Nahdlatul Ulama disingkat LAZNU, bertugas menghimpun, mengelola dan mentasharufkan zakat dan shadaqoh kepada mustahiqnya.
11.     Lembaga Waqaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama disingkat LWPNU. bertugas mengurus, mengelola serta mengembangkan tanah dan bangunan serta harta benda wakaf lainnya milik Nahdlatul Ulama.
12.     Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama disingkat LBMNU, bertugx membahas masalah-masalah maudlu’iyah (tematik) dan waqi’iyah (aktual yang akan menjadi Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama).
13.     Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama disingkat LTMNU, bertugaj melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemberdayaan Masjid.
14.     Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama disingkat LKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan.
Lajnah adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama untuk melaksanakan program Nahdlatul Ulama yang memerlukan penanganan khusus.
Lajnah sebagaimana yang dimaksud Pasal 17 butir (b) dan ayat 1 Pasal ini antara lain adalah:
1.         Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama, disingkat LFNU, bertugas
mengelola masalah rukyat, hisab dan pengembangan ilmu Falak.
2.         Lajnah Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama, disingkat LTNNU,, bertugas mengembangkan penulisan, penerjemahan dan penerbitan kitab/buku serta media informasi menurut faham Ahlussunnah way Jama ah.
3.         Lajnah Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama, disingkat LPTNU. bertugas mengembangkan pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama.
Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
Badan Otonom dikelompokkan dalam kategori Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya.
Jenis Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah:
1.         Muslimat Nahdlatul Ulama disingkat Muslimat NU untuk anggota perempuan Nahdlatul Ulama.
2.         Fatayat Nahdlatul Ulama disingkat Fatayat NU untuk anggota perempuan muda Nahdlatul Ulama berusia maksimal 40 (empat puluh) tahun.
3.         Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama disingkat GP Ansor NU untuk anggota laki-laki muda Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 40 (empat puluh) tahun.
4.         Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.
5.         Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama disingkat IPPNU untuk pelajar dan santri perempuan Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.
Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya:
1.         Jam’iyyah Ahli Thariqoh Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah untuk anggota Nahdlatul Ulama pengamal tarekat yang mu’tabar.
2.         Jam’iyyatul Qurra Wal Huffazh, untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi Qori/Qoriah dan Hafizh/Hafizhah.
3.         Ikatan Sarjana Nahdlalul Ulama disingkat ISNU adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada kelompok sarjana dan kaum intelektual.
4.         Serikat Buruh Muslimin Indonesia disingkat SARBUMUSI untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/tenaga kerja.
5.         Pagar Nusa untuk anggota Nahdlatul Ulama yang bergerak pada pengembangan seni bela diri.
6.         Persatuan Guru Nahdlatul Ulama disingkat PERGUNU untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai guru dan atau ustadz.
Kebijakan-kebijakan Nahdhotul ‘Ulama’ dalam bidang politik.
Hampir semua muktamirin sepakat agar Muktamar Ke-32 NU menyerukan adanya peneguhan kembali ke Khitah 1926. Artinya, NU lebih baik kembali ke jati dirinya sebagai jam'iyyah dinniyah ijtima'iyah. NU lebih banyak mengurusi kegiatan sosial keagamaan dan pendidikan, bahkan ekonomi. Politik paktis lebih baik diserahkan kepada jama'ah.
Di lain pihak, agar warga NU bisa survive dan mampu berkompetisi dalam persaingan global, sudah seharusnya NU menaruh perhatian pada kegiatan-kegiatan yang memungkinkan warganya memiliki kualitas SDM yang andal, sehingga menjadi warga yang kompetitif. Sektor pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi kerakyatan merupakan sektor-sektor yang seharusnya menjadi prioritas kegiatan NU.
Pengembangan sektor-sektor itu sekaligus memungkinkan NU menjadi jam'iyah yang relatif mandiri. Pengembangan sektor ekonomi, misalnya, akan memungkinkan jama'ah dan jam'iyah NU memiliki keunggulan dalam penguasaan alat-alat produksi, baik di sektor industri manufaktur, jasa, maupun pertanian. Konsekuensinya, biaya kegiatan operasional dan pengembangan bisa dicukupi NU dan warganya tanpa harus bergantung pada orang atau lembaga di luarnya, termasuk pemerintah.

Para penganut gerakan pemurnian khitah berpandangan, NU memang boleh berpolitik, tapi politik kebangsaan atau kenegaraan. Maksudnya, NU bisa terlibat dalam politik asalkan hal itu diarahkan yang berkarakter bhineka tunggal ika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar